July 8, 2024 Mengapa Sampai Terjadi Banyak Sekali Kekerasan Terhadap Kelompok Minoritas Mengapa Sampai Terjadi Banyak Sekali Kekerasan Terhadap Kelompok Minoritas – Kekerasan bukanlah hal baru bagi kita di lembaga pendidikan Indonesia. Salah satu fungsi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Konsep ini berimplikasi pada proses pendidikan yang digunakan untuk memberdayakan potensi manusia secara maksimal. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan berfungsi sebagai sarana pengembangan dan pembentukan generasi penerus bangsa. Upaya tersebut untuk mencapai kemerdekaan, menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa, serta memenuhi tujuan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan harus mengadvokasi masyarakat. Bagaimana ia menjadi pribadi yang bebas dan mandiri, serta sadar menghormati hak dan kebebasan orang lain. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa visi memanusiakan pendidikan masih jauh dari tercapai. Hal ini terlihat dari berbagai pemberitaan media yang memberitakan adanya praktik kekerasan di lembaga pendidikan. Sebelum melangkah lebih jauh, penulis terlebih dahulu mengedukasi pembaca mengenai apa itu kekerasan? Bagaimana bentuknya dan apa dampaknya? Mengapa Sampai Terjadi Banyak Sekali Kekerasan Terhadap Kelompok Minoritas Secara umum, kekerasan mengacu pada suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik fisik maupun non fisik. Dalam konteks pendidikan, kekerasan sering disebut dengan istilah bullying. Bullying biasanya dilakukan oleh orang yang menganggap dirinya lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah darinya. Artinya, pelakunya bukan hanya guru ke siswa, tapi juga siswa ke siswa, dan siswa ke guru. Tiap Hari Ada Laporan 10 11 Kasus Kekerasan Pekerja Rumah Tangga, Wakil Ketua Mpr: Itu Bukan Angka Sedikit Pertama, intimidasi verbal. Kekerasan terhadap perasaan seperti memberikan kata-kata yang tidak pantas seperti hinaan, ancaman atau pelecehan. Dampak dari perundungan verbal dapat membuat korbannya depresi, kehilangan rasa percaya diri dan yang paling parah dapat menyebabkan korbannya melakukan bunuh diri. Pastilah korbannya karena seringkali mereka merasakan ketegangan emosi yang mendalam pada korbannya. Kedua, kekerasan fisik. Ini adalah tindakan yang menggunakan gerakan fisik untuk melukai tubuh atau merusak harta benda orang lain. Contohnya seperti memukul, memukul, menendang, mendorong, dan lain-lain. Akibatnya dapat melukai korbannya atau pada beberapa kasus berujung pada kematian korbannya. Abdur Rahman Assegaff dalam bukunya Pendidikan Non-Kekerasan (Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep) menyebutkan setidaknya ada 5 penyebab terjadinya kekerasan di lembaga pendidikan. Pertama, akibat hukuman yang berlebihan atau sanksi yang melebihi norma yang disepakati. Kedua, adanya kesenjangan antara pemerintah dan lembaga pendidikan dalam kemajuan pendidikan. Di satu sisi pemerintah ingin melanjutkan pendidikan namun di sisi lain keadaan sebenarnya di lapangan tidak memungkinkan. Banyak Faktor Dorong Anak Tumbuh Dengan Sifat Kekerasan Ketiga, kurangnya kepekaan dan pengawasan dari lingkungan sekitar. Keempat, pengaruh media massa yang menampilkan adegan-adegan kekerasan yang ditiru oleh anak-anak. Kelima, faktor sosial budaya mengalami perubahan sehingga mengakibatkan kurangnya komunikasi antar masyarakat. Persoalan kekerasan pada institusi pendidikan di Indonesia sendiri perlu mendapat perhatian serius. Data yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan bersama Komnas Perempuan menunjukkan, sebanyak 456 kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan pendidikan sepanjang tahun 2015 hingga 2021. Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 18 laporan pelecehan seksual di lembaga pendidikan sepanjang tahun 2021 mencakup 207 korban anak, termasuk 126 perempuan dan 71 laki-laki berusia antara 3 hingga 17 tahun. Pada tahun 2022, pada bulan Januari hingga Juli, KPAI kembali mencatat 12 kasus pelanggaran seksual di lembaga pendidikan. Situasi yang sangat menyedihkan bukan. Lingkungan pendidikan, khususnya sekolah, yang seharusnya menjadi tempat membangun kemanusiaan, malah menjadi sarang predator seksual. Catatan di atas tidak termasuk dalam jenis pelanggaran lainnya seperti kekerasan verbal atau kekerasan fisik lainnya seperti pemukulan, pemukulan yang dilakukan oleh siswa, siswa siswa, siswa guru atau orang tua siswa. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Menteri Agama Yakut Cholil Koumas mengatakan, kejadian kekerasan di lembaga pendidikan ibarat es. Artinya, masih banyak lagi kasus yang belum ditemukan, karena kasus-kasus tersebut jarang terekspos atau dilaporkan. Seringkali hal ini ditutup-tutupi karena berbagai alasan, termasuk kurangnya keterbukaan dari pihak korban. Dalam hal ini korban tidak dipersalahkan karena ia ditakuti oleh pelaku atau pihak yang bersangkutan. Institusi pendidikan seringkali menolak mengusut kasus-kasus tertentu karena khawatir akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusinya. Pendidikan perlu menelan kenyataan pahit konsentrasi, dimana lembaga pendidikan ingin melindungi aktor dibandingkan melindungi siswanya. Penulis menduga pasti ada alasan ekonomi di balik hal ini. Karena ketika masyarakat kehilangan rasa percaya diri, hanya sedikit dari mereka yang memilih untuk menyekolahkan anaknya ke lembaga tersebut. Jika jumlah siswanya berkurang maka keuntungannya juga berkurang. Sedangkan setiap lembaga pendidikan mempunyai biaya operasional yang harus dipenuhi. Sebenarnya persoalan kekerasan di lembaga pendidikan tentu bukan hal baru. Selalu begitu. Sebagian masyarakat pada generasi tertentu masih menganggap kekerasan adalah cara paling efektif dalam mendidik anak. Dampak Psikologis Korban Perundungan Namun sebagai masyarakat yang hidup di era reformasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi manusia, pandangan tersebut salah. Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kita perlu memikirkan bersama-sama alternatif solusi untuk mengatasi masalah kekerasan di dunia pendidikan. Dalam artikel ini, penulis memberikan berbagai gagasan yang dapat dijadikan bahan refleksi, serta gagasan yang dapat dipraktikkan atau dikembangkan oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Sebelum guru. Makna kekerasan perlu dipahami. Hal ini dikarenakan sebagian guru mungkin belum bisa membedakan antara arti hukuman dan arti kekerasan. Ketika seorang anak terlihat bertindak terlalu jauh, guru sering kali merasa wajar jika memberikan sanksi kepada siswanya dengan memukul, menendang, atau mempermalukannya. Tanpa disadari hal tersebut sepertinya masuk dalam kategori kekerasan. Padahal, guru hanya bisa menerapkan sanksi akademik di sekolah. Misalnya, ketika seorang anak terlambat ke sekolah, ia disuruh belajar mandiri di perpustakaan. Kelompok Pesantren Dukung Ruu Penghapusan Kekerasan Seksual Kedua, kepada orang tua. Mereka harus dilibatkan dalam menyelesaikan permasalahan anak. Karena terkadang, kurangnya kasih sayang orang tua menjadi bagian dari kelakuan buruk siswa. Terutama dalam memenuhi kebutuhan jiwa anak. Orang tua tidak boleh acuh terhadap pendidikan anaknya dan menyerahkan sepenuhnya kepada guru dan lembaga pendidikan. Ketiga, kepada lembaga pendidikan. Siswa, guru dan orang tua harus dilibatkan dalam merumuskan kode etik. Tujuannya adalah untuk saling berkompromi. Tujuannya agar Anda bisa melihat letak kesalahannya saat pelanggaran terjadi sehingga solusi yang dihadirkan tepat sasaran Keempat, kepada Pemerintah. Diperlukan aturan yang lebih tegas untuk menciptakan efek jera bagi pelaku kekerasan. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi topik pencegahan kekerasan di setiap institusi pendidikan. Guru, siswa, staf administrasi, kepala sekolah atau orang tua diasumsikan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai strategi pencegahan dan tindak lanjut yang ditawarkan kepada pelaku dan korban. Terkait Corona, Kelompok Rentan Harus Lebih Diperhatikan Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan anggaran untuk fasilitas pendidikan tambahan yang berfungsi memantau ruang-ruang rawan kekerasan di sekolah. Misalnya saja sistem CCTV di berbagai sudut sekolah. Hal ini dilakukan agar seluruh unit sekolah memantau langsung keselamatan dan keamanan warga sekolah. Upaya tersebut dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang aman, ramah dan manusiawi. Secara tidak langsung mendukung tujuan utama pendidikan yaitu emansipasi. Dan pendidikan emansipatoris bersifat memanusiakan. Oleh karena itu tindakan yang melanggar kemanusiaan tidak dapat ditoleransi. Sejak dahulu kala, ribuan umat telah mengajarkan pendidikan melalui cara-cara yang moderat, yaitu pendidikan yang berorientasi pada keluarga dan berbasis cinta. Model pengajaran yang akan digunakan oleh pendidik didasarkan pada pembelajaran, empati dan kepedulian. Terakhir, penulis ingin mengingatkan bahwa sekolah tidak boleh hanya menjadi tempat transfer ilmu pengetahuan, melainkan sekolah dapat menjadi tempat transfer nilai (pembentukan sikap dan perilaku) dan transfer keterampilan (proses pelatihan keterampilan). Patriarki Dan Kekerasan Seksual Terhadap Laki Laki Ditulis oleh : Muh. Akmal Ahsan (Ketua DPD IMM DIY) menghadapi tantangan besar dalam wacana politik kita, khususnya di media sosial, berupa praktik debat berlebihan… Oleh: Ramadhan Putra (Mahasiswa PAI UMY dan Ketua PK IMM FAI UMY) “Bulan-bulan yang melelahkan, kita terus kerja kelompok, terus presentasi.” Tuduhan… Ditulis oleh: Md. Akmal Ahsan (Ketua DPD IMM DIY) Saat ini masyarakat Indonesia sedang berjuang menghadapi tantangan globalisasi yang masif…. Oleh: Rensi (Kader IMM Lampung) mengutip tulisan dalam buku Negeri Samit karya Ahmad Akbar, “Seseorang dapat mencari suaka pada hari ini karena… Dampak Dan Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga MARASAHDIGITAL.CO – Oleh: Phathan Faris Saputro, Koordinator Badan Mahasiswa Perpustakaan dan Informasi MPID PDM Lamongan selalu dianggap sebagai wadah… Oleh: Suwanto (Guru MTS Muhammadiya Karangazen, Yogyakarta) Pesatnya masuknya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak hanya membawa dampak positif, …Jakarta – Humus Breen. Pusat Penelitian Politik (Humas Politik) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menyelenggarakan lokakarya melalui Lembaga Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora (OR). Tema tahun ini adalah Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Politik: Apa dan Bagaimana Mengatasinya? Kegiatan ini berlangsung secara daring pada Selasa (20/06). Atiqa Noor Alami, Ketua Prajavani, dalam sambutannya mengatakan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks politik merupakan isu yang menarik, nyata dan bisa diperdebatkan. Ini termasuk pekerja perempuan di LSM. Sebab, di banyak negara, peran perempuan tidak bisa dihindari. “Kita perlu melihat perempuan menjadi lebih aktif dalam situasi sosial politik dan politik. Populasi perempuan akan menjadi penting dan berpengaruh pada pemilu mendatang,” ujarnya. Attika mengatakan, kehadiran perempuan di dunia politik merupakan representasi kebaikan. Dan ini, melambangkan wanita yang bisa menoleransi hasrat wanita. Di satu sisi, meski aktivis perempuan banyak, namun menurut data, perempuan menghadapi pelecehan seperti halnya calon perempuan yang terjun ke dunia politik. Ada dugaan kekerasan terhadap perempuan ketika mereka meninggalkan dunia politik atau mencalonkan diri sebagai kandidat politik. Apalagi dengan adanya media sosial, kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat Terobosan Kompol Endang Tangani Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Mengapa terjadi telat haid, kekerasan terhadap, mengapa terjadi, mengapa kesemutan bisa terjadi, mengapa keputihan banyak sekali, mengapa rambut rontok banyak sekali, mengapa varises bisa terjadi, mengapa banyak sekali terjadi gempa bumi di indonesia, mengapa rambut saya rontok banyak sekali, mengapa terjadi kesemutan, mengapa keputihan terjadi, mengapa terjadi begitu banyak keragaman sosial budaya di indonesia News