October 4, 2023 Pemilu Di Indonesia Adalah Wujud Penerapan Nilai Pemilu Di Indonesia Adalah Wujud Penerapan Nilai – Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Sejalan dengan hal tersebut, Selenson (2014: 1) menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang diciptakan oleh rakyat. Oleh karena itu, negara-negara yang menerapkan pemerintahan demokratis memberikan peluang yang luas bagi warga negaranya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Dalam negara demokrasi, rakyat memegang kekuasaan tertinggi, sehingga keputusan yang diambil hanya berpihak pada rakyat. Demokrasi ini pertama kali dikenal pada zaman Yunani kuno sekitar 500 tahun yang lalu. Istilah demokrasi pertama kali dicetuskan oleh Plato (Aristocles) pada tahun 427-447 SM (Sunarzo, 2018: 3). Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani Yang dimaksud dengan “pemerintahan” adalah pemerintahan, namun bila diartikan dengan “pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat”, maka yang dimaksud dengan rakyat di sini adalah masyarakat miskin. Pandangan serupa juga diungkapkan Aristoteles bahwa demokrasi adalah pemerintahan untuk masyarakat miskin (Sherson, 2014:2). Sistem pemerintahan yang demokratis memungkinkan semua warga negara mempunyai hak yang sama di mata hukum dan pemerintahan. Pemilu Di Indonesia Adalah Wujud Penerapan Nilai Pada prinsipnya demokrasi memberikan ruang bagi kebebasan dan kesetaraan. Kedua hal ini adalah fondasi pertama demokrasi. Kebebasan adalah ruang bebas yang diberikan kepada masyarakat untuk berpikir, berbicara dan melakukan hal-hal yang dapat mengubah kualitas hidupnya. Tentu saja kebebasan dibatasi oleh hukum yang berlaku. Sebab, hukum merupakan perwujudan kemauan dan kehendak masyarakat (Rido, 2017:76). Kesetaraan adalah prinsip memperlakukan semua orang secara sama, dengan peluang dan akses yang sama tanpa diskriminasi. Prinsip demokrasi juga adalah kedaulatan rakyat. Artinya segala sesuatu dilakukan menurut kehendak rakyat dan untuk rakyat, menjamin kepentingan masyarakat luas dalam pemerintahan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam pemerintahan yang menganut sistem demokrasi, kedaulatan atau kekuasaan sebenarnya ada di tangan rakyat. Dalam Rangka Hut Polantas Bhayangkara Ke 68, Dit Lantas Polda Gorontalo Bersihkan Tempat Ibadah Waktu telah berlalu dan saat ini banyak negara di dunia telah mengadopsi sistem pemerintahan demokratis termasuk Denmark, Selandia Baru, Swedia, Islandia, Norwegia dan Indonesia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara yang mengadopsi sistem pemerintahan demokratis menghadapi kendala unik dalam menerapkannya. Karena kedaulatan berada di tangan sebagian besar masyarakat kecil, penyalahgunaan kekuasaan dapat terjadi oleh mereka yang memegang kekuasaan yang dipercayakan oleh rakyat. Korupsi adalah masalah yang tidak dapat dicegah oleh proses pemerintahan. Korupsi adalah tindakan jahat atau ilegal. Seperti diketahui, kata korupsi berasal dari bahasa Latin. Dari Belanda kemudian diadopsi oleh Indonesia dan menjadi “korup”. Menurut Setiadi (2018:250) korupsi adalah perbuatan buruk (seperti menggelapkan uang atau menerima suap). Pada dasarnya korupsi tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan, birokrasi dan pemerintahan karena sudah ada sejak manusia terbiasa dengan pemerintahan eksekutif. Oleh karena itu, korupsi merupakan pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat luas. Korupsi tidak hanya berdampak pada kebijakan internasional tetapi juga institusi politik, sosial-ekonomi, kebijakan publik, kesejahteraan sosial dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, praktik korupsi dalam sistem pemerintahan harus dihentikan karena hanya menguntungkan sebagian individu atau kelompok dan merugikan sebagian besar masyarakat. Dapat dikatakan penyebab terjadinya korupsi meliputi faktor internal dan eksternal (Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Publikasi (KDT), 2011:73). Oleh karena itu, praktik korupsi bisa berasal dari individu dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat perlu memahami pengetahuan budaya antikorupsi. Pemilu Sebagai Implementasi Nilai Nilai Pancasila Yang penting nilai-nilai antikorupsi meliputi kejujuran, kasih sayang, kebebasan, disiplin, akuntabilitas, kerja keras, hemat, keberanian dan keadilan (Perpustakaan Nasional: Katalog Publikasi (KDT), 2011: 75). Kejujuran adalah tindakan tidak mengkhianati orang lain atau diri sendiri dalam perkataan atau tindakan. Dengan mempunyai sikap jujur, orang terhindar dari perilaku tidak jujur. Kasih sayang adalah sikap memperhatikan lingkungan sekitar dan bertindak sesuai dengan itu. Jika seseorang memiliki belas kasihan, mereka akan bertindak simpatik untuk memperhatikan Anda. Kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian di sini bukan berarti tidak membutuhkan orang lain, namun mengacu pada kemampuan seseorang dalam berpikir, merasakan dan mengambil keputusan secara mandiri terhadap orang lain. Disiplin adalah tindakan mengikuti aturan yang berlaku, dan manfaat dari disiplin ini adalah memungkinkan seseorang berhasil mencapai tujuan yang direncanakan. Tanggung jawab adalah sikap sadar dalam menerima dan menyelesaikan tindakan yang disengaja maupun tidak disengaja. Orang yang bertanggung jawab dengan percaya diri menyelesaikan masalah apa pun yang mereka hadapi. Ketekunan berarti keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Orang yang bekerja keras dalam bekerja bekerja keras dalam segala hal yang dilakukannya hingga mencapai tujuan pekerjaannya, dan sangat mementingkan kepuasan terhadap hasil pekerjaannya. Kesederhanaan adalah kebiasaan bertindak sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang (Vijaya, 2014: 117). Dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan sederhana merupakan kesadaran individu, bertindak sesuai kebutuhan dan kemampuannya, tanpa kelebihan dan kemewahan. Keberanian adalah keyakinan untuk melakukan apa yang Anda pikirkan. Dengan penuh keyakinan, seseorang diharapkan berani mengatakan kebenaran dan bertindak cerdas. Keadilan itu tidak membeda-bedakan satu sama lain, tetapi hanya menjunjung tinggi kebenaran, diperlakukan secara adil. Beberapa poin ini patut ditanamkan kepada seluruh elemen negara dalam mengembangkan antikorupsi. Tentu hal ini tidak mudah, apalagi di tengah masyarakat yang masih mengedepankan perilaku materialistis. Menurut Yamama, jika perilaku masyarakat yang materialistis dan konsumeris serta institusi politik masih “mendewakan” barang-barang materi, mereka dapat “menegakkan” permainan uang dan korupsi. (Perpustakaan Nasional: Katalog Terbit (KDT), 2011:39). Situasi yang mengarah pada perilaku materialistis adalah ketika suatu masyarakat menghadapi situasi politik yang terjadi pergeseran kekuasaan. Pemilu (pemilihan umum) sebagai sarana transfer kekuasaan dalam sistem demokrasi sangat rentan terhadap korupsi pemilu (plutokrasi). Plutokrasi merupakan upaya untuk mempengaruhi orang lain melalui penggunaan imbalan materi dalam proses politik dan kekuasaan yang disebut pemilihan umum (Fidriani, 2019: 56). Menurut Freedom House, studi tentang perilaku pemilih di tujuh negara demokrasi Afrika yang dilakukan oleh Andrews dan Inman menemukan adanya jual beli suara (Muhtadi, 2013: 42). Fenomena plutokrasi di masyarakat sudah menjadi kebiasaan bagi oknum politisi, dan sangat sulit untuk menghentikan permasalahan ini. Namun kita harus memahami bahwa plutokrasi adalah tindakan yang mencemari demokrasi. Pemilu yang dibayar untuk menentukan posisi seseorang tidak hanya melemahkan politisi dan lembaga demokrasi, namun juga dapat menghasilkan pemimpin berkualitas rendah. Buruknya kualitas pemimpin dan pemerintahan yang dipilih melalui politik uang memungkinkan diambilnya kebijakan dan keputusan yang menguntungkan individu atau kelompok tertentu dengan berkedok kepentingan publik. Di sisi lain, plutokrasi dapat menimbulkan praktik korupsi dalam sistem pemerintahan. Korupsi yang sering terjadi merupakan salah satu bentuk penyelewengan anggaran pemerintah akibat kerja sama antara eksekutif dan legislatif sebagai fungsi subsider dari fungsi kontrol legislatif. Penipuan itu dilakukan untuk mengumpulkan dana kampanye. Berdasarkan penjelasan di atas, plutokrasi berdampak pada institusi demokrasi, salah satunya menciptakan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Oleh karena itu, penting untuk memberikan pemahaman terhadap budaya antikorupsi di berbagai daerah guna mengurangi perilaku KKN. Dengan memahami dampak negatif plutokrasi dan korupsi terhadap institusi, LSM, mahasiswa, masyarakat, dll, diharapkan demokrasi dapat terwujud semaksimal mungkin sesuai dengan kepentingan nyata rakyat. Apa Wujud Nilai Praksis Pasal 22e Uud Nri Tahun 1945? Nama lengkap penulis adalah Dr. Noorul Amri dan alamatnya Kap. Prof Regine Leben Penkl. Latar belakang sebagai anggota HMI cabang Curup Artikel ini merupakan edisi khusus dalam rangka kampanye sosial #Milenial Lawan Korupsi yang bekerja sama dengan Akademi Jurnalistik Anti Korupsi (AJLK) KPK RI. ) dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, keterampilan membaca dan menulis yang menjadi dasar masyarakat dalam memahami suatu informasi merupakan keterampilan tambahan yang harus diperoleh. Namun menurut sebuah penelitian, Pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negara. Artinya, kebiasaan membaca masyarakat Indonesia masih sangat rendah, yaitu 0,001%. Artinya hanya 1 dari 1000 orang yang berminat membaca. Minimnya minat membaca masyarakat saat ini menyebabkan masyarakat sering menyalahgunakan informasi, menerima informasi secara parsial dan detail, serta disesatkan oleh berita bohong (Zubaida, 2010). Masyarakat Diimbau Berperan Aktif Dalam Penyelenggaran Pemilu 2024 Salah satu jenis literasi yang masih kurang dipahami dan perlu ditekankan pada masyarakat saat ini adalah literasi politik. Denver dan Hants (dalam Stysna, 2017). Pengertian Literasi Politik ( ) pengetahuan dan pemahaman tentang proses politik dan isu-isu politik, termasuk pengetahuan dan pemahaman yang memungkinkan semua warga negara menjalankan perannya dan berpartisipasi sebagai warga negara secara efektif. Cassel dan Lo (Sutisna, 2017) menyebut hal ini sebagai pengetahuan dan pemahaman Pada dasarnya merujuk pada sejauh mana seseorang (dalam hal ini masyarakat) memperhatikan dan memahami permasalahan politik. Selama ini literasi politik menjadi isu utama yang menimbulkan banyak permasalahan. Hal ini terjadi karena ketergantungan pada sentimen masyarakat dan mengikuti politik (Sidi Sharia Shari et al., 2017). Dalam seluruh pemilu, warga negara, khususnya pemilih muda untuk pertama kalinya, selalu menjadi sasaran penting kegiatan partai politik, karena mereka diyakini berkontribusi terhadap partisipasi politik yang signifikan. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih pemula pada pemilu 2004 berjumlah 27 juta jiwa. Jumlah ini meningkat pesat pada pemilu 2009 menjadi 36 juta pemilih. Sementara itu, pada pemilu tahun 2014, jumlah pemilih pemula berusia 17 hingga 20 tahun turun menjadi hanya 14 juta orang Wiłoho (Lida dan Livanda, 2020). Berdasarkan keterangan resmi, pada Pemilu Nasional tahun 2019, jumlah pemilih pemula berkisar antara 20% hingga 30% dari pemilih yang berhak, sehingga jumlah pemilih pemula meliputi kategori sebagai berikut: Sebagai Wujud Pengimplementasian Nilai Nilai Trisila Tni Al, Prajurit Yonmarhanlan X Laksanakan Upacara 17 An Sejarah pemilu di indonesia, daftar pemilu di indonesia, pemilu pertama di indonesia, sistim pemilu di indonesia, tentang pemilu di indonesia, periode pemilu di indonesia, awal pemilu di indonesia, pelaksanaan pemilu di indonesia, asas pemilu di indonesia adalah, asas pemilu di indonesia, penerapan hukum di indonesia, wujud toleransi beragama di indonesia News