November 7, 2023 Kembali Kepada Kondisi Sebelum Terjadinya Konflik Atau Perpecahan Disebut… Kembali Kepada Kondisi Sebelum Terjadinya Konflik Atau Perpecahan Disebut… – Peneliti Pusat Informasi dan Kajian Pembangunan Indonesia | Pakar dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas | Kandidat Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia 28 Juni 2014 16:49 28 Juni 2014 16:49 Diperbarui: 18 Juni 2015 pukul 08:26 35041 0 0 Kembali Kepada Kondisi Sebelum Terjadinya Konflik Atau Perpecahan Disebut… Tidak ada manusia yang bisa hidup sendirian di dunia ini, orang lain pasti membutuhkan, membutuhkan, melengkapi dan memuaskan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian mereka berkomunikasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan interaksi dan respon terhadap perilaku seseorang, maka akan ada interaksi tersebut, karena konflik menurut Coser adalah perbedaan konsentrasi dan pemahaman manusia. Rapim Kodam Iv/diponegoro, Pangdam Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik hendaknya diungkap secara nyata, karena dengan cara itulah dapat ditemukan solusinya. Kelompok etnis atau etnik biasanya mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain. Sesuatu yang dianggap baik atau suci di suatu suku belum tentu dianggap baik atau suci di suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan konflik antaretnis. Konflik antaretnis ini terjadi akibat benturan budaya, kepentingan, kebijakan ekonomi dan lain sebagainya. Dan untuk mewujudkan negara yang aman dan damai, pemerintah harus menyelesaikan masalah konflik antaretnis. Cara yang lebih demokratis untuk mencegah terjadinya perpecahan dan penindasan terhadap pihak yang lebih lemah oleh pihak yang lebih kuat adalah dengan cara penyelesaian yang dimulai dari niat untuk mengambil sedikit dan memberi sedikit, berdasarkan itikad baik kompromi dan refleksi. Ada beberapa unsur yang akan dijadikan permasalahan penelitian dalam artikel ini, antara lain sebagai berikut: Pendapat para ahli, berbicara tentang pengertian ilmu-ilmu lain, mendefinisikan konflik secara berbeda. Berbagai definisi konflik adalah sebagai berikut: [1] Masyarakat Adat Menemukan Rumah Baru Dan Merestorasi Lanskap Dalam masyarakat, akan selalu ada kelompok superior yang menguasai kelompok inferior, dan kelompok-kelompok tersebut terbagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dan sebagainya. Kelompok bawah (yang lemah) akan “tertindas” dan memaksakan kehendaknya. kelompok yang lebih tinggi. Fenomena ini pada akhirnya menimbulkan konflik antar kelompok. Selain itu, tidak adanya integrasi ke dalam masyarakat, perbedaan pemahaman atau kepentingan juga menjadi faktor yang berkontribusi terhadap munculnya konflik. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu perbedaan tanggapan yang timbul akibat interaksi manusia dalam mewujudkan/mengungkapkan keinginannya sendiri. Jadi menurut penulis konflik adalah hal yang wajar dan manusiawi karena para ahli berbeda pendapat mengenai konflik tersebut, itu juga konflik yang sedang terjadi. Namun apakah dampak konflik tersebut akan negatif? Tentunya hal ini memerlukan insentif dan mobilisasi khusus, terpisah dari arti kata konflik. Konflik yang bersifat negatif pasti akan merugikan kedua belah pihak dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penyelesaian konflik perlu dilanjutkan. Kita perlu menghubungkan teori yang ada dengan praktik lapangan dalam penyelesaian konflik. Menurut Alou Liliweri, konflik adalah suatu bentuk perasaan salah yang mempengaruhi hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lainnya. Konflik dapat bersifat positif karena memperkuat kelompok dan bersifat negatif karena bertentangan dengan struktur.[2] Konflik diartikan sebagai interaksi antara dua pihak atau lebih yang saling bergantung namun dipisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu pihak menyadari perbedaan tersebut dan bertindak sesuai dengan tindakan tersebut.[3] Alegori Sri Lanka: Cerita Hancurnya Negeri Ceylon Konflik etnis adalah konflik yang berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial yang mendesak antara dua komunitas etnis atau lebih.[4] Menurut Indrio Gitu Sudarm dan saya sendiri, Nyoman Sudita, banyak tokoh yang membahas “teori konflik” seperti Karl Marx, Durkheim, Simmel dan lain-lain dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi dan sosial. Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai proses pembangunan yang akan mengakhiri konflik melalui konflik. Ia meramalkan bahwa perdamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir dari sejarah perang dan revolusi yang penuh kekerasan. Namun konflik kepentingan ekonomi ini akan mengarah pada masyarakat tanpa kelas, kreatif, dan bebas konflik yang disebut komunisme.[5] Jika konflik ini terus berlanjut maka akan menimbulkan ketidakstabilan di masyarakat. Orang akan merasa terancam dan tidak akan mengingat kehidupannya. Durkheim menekankan proses sosial yang meningkatkan integritas dan kohesi sosial. Meski mengakui konflik terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, namun ia cenderung menganggap konflik berlebihan sebagai sesuatu yang tidak normal dalam integrasi sosial. Hubungan saling ketergantungan antara konflik dan kohesi juga terekspresikan dalam dinamika hubungan antara ingroup dan outgroup.[6] Suatu kelompok atau masyarakat cenderung memiliki sumber daya yang dapat dimobilisasi, dan solidaritasnya semakin kuat ketika kelompok tersebut terlibat konflik dengan kelompok atau masyarakat lain. Pada saat terdapat ancaman atau konflik dengan organisasi eksternal, perselisihan atau konflik dalam kelompok cenderung rendah dan berkurang. Konflik etnis adalah konflik yang berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial yang mendesak antara dua kelompok etnis atau lebih.[7] Konflik etnis sering kali bernuansa kekerasan, namun bisa juga tidak. Namun konflik etnis biasanya melibatkan kekerasan dan memakan korban jiwa. Kelompok etnis atau etnik biasanya mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain. Sesuatu yang dianggap baik atau suci di suatu suku belum tentu dianggap baik atau suci di suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan konflik antaretnis. Reintegrasi Sosial: Pengertian, Upaya Dan Dampak Faturochman menyatakan, setidaknya ada enam hal yang biasa menjadi penyebab konflik etnis di suatu tempat.[8] Enam hal tersebut antara lain: Konflik antaretnis yang terjadi dapat dikatakan diakibatkan oleh kepentingan individu atau pihak yang berbeda-beda yang tujuannya untuk mengambil keuntungan dari konflik tersebut. Sangat mudah bagi kelompok etnis yang berkonflik untuk saling berkonflik karena keterbatasan sumber daya manusia. Dalam artian mereka mempunyai pendidikan yang lebih rendah dan tingkat ekonomi yang rendah. Setiap pemimpin daerah di wilayah konflik harus tegas dalam merumuskan atau melaksanakan kebijakan ketika terjadi konflik antaretnis. Dalam konteks Indonesia sendiri, kita sering mendengar pembicaraan mengenai konflik antaretnis. Padahal akar permasalahan dari konflik ini adalah keterbelakangan masyarakat di wilayah konflik. Sementara itu, Sukamdi menyatakan konflik antaretnis di Indonesia terdiri dari tiga penyebab utama,[9] yaitu: Menurutnya, konflik terbuka dengan etnis lain hanya merupakan bentuk perlawanan terhadap struktur politik-ekonomi yang menindas mereka, sehingga bisa saja timbul konflik di antara mereka. Perbedaan identitas sosial, dalam hal ini ciri-ciri suku dan budaya, seringkali melahirkan etnosentrisme yang kaku, yaitu seseorang tidak dapat keluar dari sudut pandangnya sendiri atau dapat memahami sesuatu hanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri, serta tidak mampu memahami perilaku masyarakat. orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sikap etnosentrisme yang kaku inilah yang berperan besar dalam menciptakan konflik akibat ketidakmampuan masyarakat dalam memahami perbedaan.[10] Lebih jauh lagi, kuatnya identifikasi seseorang terhadap suatu kelompok dapat menyebabkan orang tersebut semakin mempunyai prasangka, sehingga berujung pada konflik. Silaturrahmi Kebangsaan Di Sedie Jadi, Memaafkan Masa Lalu Menurut tulisan Stefan Wolff, konflik etnis ini terjadi terutama di Afrika, Asia, dan sebagian Eropa Timur. Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara disebut belum tersentuh dengan konflik etnis yang terjadi di dunia. Pertanyaan selanjutnya adalah: mengapa konflik ini terjadi di wilayah yang secara sipil terbelakang? Belum ada jawaban untuk pertanyaan ini. Jawaban yang cukup masuk akal terhadap pertanyaan ini didasarkan pada periode waktu munculnya peradaban. Asia dan Afrika merupakan dua benua yang memuat sejarah peradaban tertua di dunia. dan kebetulan kedua benua ini mempunyai suku, ras atau suku yang berbeda. Tentu saja hal ini tidak dijumpai di benua Amerika yang merupakan “peradaban baru” bentukan Eropa. Peradaban ini selalu terlibat dalam perang suku sejak zaman kuno. Sayangnya perang antar suku dan ras yang terjadi menimbulkan ketidakpuasan di antara semua pihak yang bertikai dan masih berlanjut hingga saat ini. Oleh karena itu Wolff menyimpulkan bahwa “konflik etnis didasarkan pada kebencian kuno antara kelompok yang memerangi mereka dan kelompok ini.” Sebagian kecil dari konflik yang terjadi merupakan akibat dari permasalahan politik atau agama kontemporer. Keberagaman suku, agama, ras dan golongan menjadikan Indonesia sebagai negara yang rawan konflik. Dari ujung timur hingga ujung barat bangsa ini kita sering mendengar jeritan bahkan tetesan darah yang membasahi tanah. Semboyan pada kaki kokoh burung Garuda “Bhinneka Tunggal Ika” nampaknya belum menginspirasi seluruh warga bangsa ini.[11] Rasa kebersamaan sebagai warga negara bukanlah hal yang utama, namun makna semboyan bangsa ini hanyalah sebuah ucapan sederhana. Beberapa peristiwa akibat konflik pasca tumbangnya kekuasaan Orde Baru dan lahirnya era reformasi adalah sebagai berikut: Yakni masih banyak kejadian lain yang terjadi akibat konflik, seperti anarki antara karyawan dan perusahaan, masyarakat dengan perusahaan, serta aksi preman yang terjadi hampir di seluruh kota besar. Pengertian Disintegrasi, Dampak, Dan Bentuk Bentuknya Dalam Keseharian Dibalik konflik antaretnis di Indonesia yang memecah belah persatuan bangsa, jika dikaji lebih dalam, terdapat sebuah poros yang membuat satu suku dengan suku lainnya hanya menunjukkan rasa diri, rasa “kita” dan “kita”. mereka”, mereka memandang kelompok etnis lain sebagai kelompok luar, dan kelompok luar menganggap kelompok etnis lain sebagai musuhnya. Setiap konflik yang berujung pada SARA berawal dari konflik individu yang kemudian berubah menjadi konflik kolektif yang mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan di Kalimantan Timur bermula ketika seorang pemuda suku Tidung berjalan melewati kerumunan warga suku Bugis dan dipukuli oleh lima orang hingga tewas akibat luka tusuk. Konflik dengan Tarakan semakin memanas, bahkan ia memendam dendam terhadap suku Bugis yang lebih maju dalam menguasai sektor perekonomian. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab utama konflik bangsa ini, seperti kasus café club di Bilangan, Jakarta Selatan “Dari Blowfish ke Ampera” antara suku Ambon dan suku Flores yang berawal dari perebutan jasa penjaga nakal. Hingga konflik tersebut berujung pada konflik etnis. Hingga sidang MK, masing-masing pihak yang berkonflik tetap mengutarakan sikap etnosentrismenya. Mengurangi konflik ke agama. Konflik agama yang terjadi di Pos jika ditelusuri lebih dalam, bermula dari konflik antar pemuda beda agama yang mabuk-mabukan, karena perasaan keagamaan, dan meluas hingga konflik etnis. Terjadinya konflik, penyebab terjadinya konflik, ayat alkitab tentang kembali kepada tuhan, kembali kepada, doa agar pasangan kembali kepada kita, doa supaya kekasih kembali kepada kita, sebab terjadinya konflik, terjadinya konflik sosial, kembali kepada alquran dan sunnah, penyebab terjadinya konflik sosial, doa agar kekasih kembali kepada kita, sumber sumber terjadinya konflik News